Monday, March 30, 2009

[funny]Scene 40 Yang Bermasalah Itu

"Scene 16 take 2!”
“AAAAAND ACTION!!”

Pemeran utama yang sedang naik daun itu berlari melintas lorong rumah sakit yang angker dan dengan tidak perlunya dia mendobrak sebuah pintu kamar. Dalam adegan sebelumnya yang disyut 3 hari yang lalu, ceritanya dia baru mendapat kabar bahwa sang ibu tertabrak truk semen cor. Tentang kenapa sampai ada ibu-ibu bisa sampe iseng banget berdiri deket truk semen cor, produser pun mengakui itu memang kebolongan skrip.

Anyway, di dalam kamar itu sudah ada beberapa pasien dan seorang dokter dengan make up yang cukup berlebih untuk menandakan bahwa make up artistnya sakit katarak. Sesampai di dalam sang pemeran utama segera memeluk seorang ibu yang terbaring

“IBU!! IBU!!!”
“Mbak, ibunya sebelah sini.” Ujar bu dokter.
“Oh.” Dia segera pindah “IBU!! Ibu jangan tinggalkan aku ibu huhuhuhu!!!”
“Maaf mbak, beliau sudah tidak tertolong lagi.”
“TIDAAAAAAAAAAAK!”
“Oh ya bu, ini kaki beliau” ujar sang dokter sambil menyerahkan sepasang kaki yang terputus.
“Terima kasih.”
“Dan ini semua jemarinya.” Sambil menyodorkan satu kantung plastic (ya, semua pemain gagal menangkap betapa anehnya adegan ini).
Pemeran utama terharu.

Tiba-tiba di belakang mereka muncul pocong. “Kok kakinya gak disambung sih? Kan sekarang udah ada teknologinya. Saya dulu mahasiswa kedokteran sebelum mati. Sini saya sambungin.”

“CUT!!!! CUT CUT CUT!!”

Sutradara membenamkan mukanya di kedua tangan. “Amit-amit jabang bayi ni pocong satu…” Sutradara berjalan medekati pocong itu sambil berusaha menyembunyikan kekesalannya dengan cara membanting topi dan menginjak-injak topi itu. Sang sutradara memang jengah dengan kelakuan pocong baru ini. Masalah dengan pocong baru dimulai setelah pocong 3 selesai dipasarkan. Setelah pocong 3, ternyata pocong lama telah memiliki cukup tabungan untuk melanjutkan kuliah akuntansi yang tertunda. Sang sutradara masih teringat kata-kata terakhir pocong lama.

“Nih ya Sut, gua bilangin, gua tuh sebenernya gak pengen jadi bintang tenar kek gini.”
“Lu maunya apa?”
“Gua pengennya buka kantor akuntan publik. Ini memang impian gua yang tertunda karena mati ketimpa baja 2 ton itu.”
“Nah sekarang gua cari pengganti lu gimana?”
“Ya terserah elu. Gue cabut ye.”

Pocong baru tidak seperti pocong lama. Pocong baru tergiur oleh gemerlapnya dunia entertainment apalagi setelah semua temen milisnya sukses. Dari Kuntilanak, manusia tanpa kepala, pocong, Wewe Gombel, sundel bolong, genderuwo, Leak dan bahkan Suster Ngesot pun menjadi perebutan 2 rumah produksi yang berbeda. Hanya pocong baru dan babi ngepet saja yang belum mencicipi ketenaran.

Pocong baru memutuskan untuk DO dari kuliah kedokteran, cari bajaj yang bisa nabrak dia dan bunuh diri dengan jayanya. Setelah arwahnya bangkit dan menunggu 60 hari untuk keluarnya SIG (Surat Ijin Gentayangan) dia segera mengirimkan CV ke semua rumah produksi.

Tidak dielakkan lagi bahwa pocong baru ini sangat kritis. Dari mulai memaksa untuk iktu script conference lah, maksa ikut sebagai desain produksi lah, mengritik tata cahaya lah, ini lah, itu lah. Pusing.

Anyway, kembali ke set, sutradara sekarang berdiri tepat depan pocong baru dengan muka muka merah padam.

“Sut..”
“Cong..”
“Lu nahan eek ya. Merah gitu muka lu.”

Dan sutradara pun meledak. “LU NGAPAIN DI SINI? LU GAK ON CALL HARI INI, GAK ADA ADEGAN LO.”

“Gua pengen aja dateng.”
“GAK USAH! KALO DATENG PUN LU JANGAN RECOKIN SET! NONTON AJA DARI JAUH TUH DI SANA BARENG-BARENG TUKANG BAJAJ!!” bentak sang sutradara sambil menunjuk pangkalan bajaj di ujung jalan. Sang sutradara menoleh ke sana dan baru sadar bahwa semua tukang bajaj sudah dimakan pocong dari tadi.
“Gua…gak bisa nonton kalo gak sambil ngemil.”
Sang sutradara membenamkan muka lagi. Ini akan membuahkan banyak paperwork di kantor polisi nanti, pikirnya.

“MAU LU TU APA SIH? HERAN DEH GUE! SUSAH AMAT SIH JADI POCONG? NIH YA, SEUMUR-UMUR GUA BIKIN FILM POCONG, KAGAK ADA YANG NAMANYA POCONG IKUTAN NGOMONG!”

“Nah itu dia yang gua protes dari sebelum syuting. Ini kan film tentang gue. Kenapa sih justru gua yang gak ada dialognya. Bagaimana nanti Indonesia bisa melihat bakat-bakat terpendam gua?”

“Bakat terpendam lu ya BIARIN AJA TERPENDAM!! DASAR BABI NGEPET!”
“Mana? Dia ikutan juga?”

Sang sutradara pingsan darah tinggi.

Tiga hari berikutnya, setelah sang sutradara dibolehkan keluar dari rumah sakit, mereka lanjut syuting. Kali ini pocong sangat bahagia karena kali ini memang ada adegan dia. Adegan kali ini adalah pocong harus membunuh pemeran utama.

“Nih, adegan lu! Seneng lu ya!” ujar sutradara.
“Seneng dong men. Gimana nih, gua harus gimana?”
“Ya lu harus bunuh itu actor. Lu tusuk pake tangan lu, ntar cut dan gua akan kasih ke elu sebuah klep jantung dari karet. Kemudian sambil memegang klep jantung lu menoleh perlahan ke kamera. Semuanya gua vision gak lebih dari 30 detik.”
“Kenapa harus klep jantung yang gua ambil?”
“Karena gua gak punya klep bajaj.” Sutradara gusar.
“Cipete kan deket.”
“UDAH DEH, LU PAKE AJA. Inget ntar lu pura-pura aja ayunkan tangan.”
“Ya udah. Klep jantung. Tapi muka gua harus gimana, sedih? Senang? Tertawa zolim atau gimana? Ekspresi kan penting ya biar penonton keikut.”
Sang sutradara mulai naik darah lagi. “Gini ya Cong. Gua penasaran nih gua pengen nanya, dari mulai ditabrak bajaj, lu pernah ngaca gak?”
“Sering. Gua kan narsis.”
“Nah itu, muka lu diem aja udah bikin orang jerit-jerit.”
“PKI aja bunuh orang sambil ngedangdut. Masak gua bunuh orang gak pake ekspresi? Jahat amat gua?”
“EMANG ELO JAHAT, JURIG!! UDAHLAH SANA MULAI AJAH!”

Dengan muka masam pocong baru melompat-lompat ke depan kamera melewati astrada 2 “Bilangin tu ke bos lu, kurang makan sayur dia.”

“Siap semua!”
Pemeran utama segera nungging (tuntutan skrip) dan pocong berdiri di depannya.
“Scene 40 take 1.”
“ACTION!”
“GRRRRRRRR”

“CUTTTT!!!” Sutradara mengambil toa “CONG, GAK USAH SUARAAN KEK PUDEL CONG.”
“Tapi itu untuk menciptakan suasana seram Sut!”
“KITA PAKE YANG NAMANYA SOUND MIXING CONG! HARI GINI ORANG BISA LULUS SARJANA DI SOUND ENGINEERING!!”
“Jadi gua gak perlu menggeram?”
“GAK USAH!”
“Yo wis.”

“Scene 40 take 2.”
“ACTION!”
“KU BUNUH KAU!!!” teriak si pocong.
“CUTTT! GAK PAKE NGOMONG CONG! MBAT AJA!”
“Menurut gua, gua harus ngomong. You know, untuk mengaksentuasi tindakan ngebunuh gua.”
“Baeknya lu aksentuasi aja hal lain Cong. Contohnya, lu bisa mengaksentuasi pantat gua sesudah syuting ini. TAPI SEKARANG BUNUH AJA CONG! SEMUA SIAP!?”
“Are we done yet? Gua cape nungging” Tanya pemeran utama.

“Scene 40 take 3.”
“ACTION!”
Pocong mengayunkan tangannya dan tiba-tiba berhenti.
“Emangnya logis ya nusuk orang pake tangan sendiri?”
“Gusti…”
“Beneran gak logis soalnya.”
“CONG, CERITANYA LU KUAT!”

“Scene 40 take 4!!!”
Semua hening dan camera rolling.
30 detik berlalu.
60 detik berlalu
3 menit berlalu.
“CUTTTT!!!! LU NGAPAIN LAGI SIH CONG?”
“Penghayatan men. Bunuh orang kan gak gampang. Nyawa orang itu berharga.”
“Lha tukang bajaj kemaren?”
“Itu sih Gua laper.”
“GAK PAKE PENGHAYATAN CONG. BUNUH AJA LANGSUNG! INGET 30 DETIK!!”
“Keknya gua gak bisa.”
“KENAPAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA????”
“Nih ya gua jelasin. Waktu Christine Hakim bikin Pasir Berbisik, untuk menyiapkan mental adegan bunuh orang, dia butuh 6 jam men.”
“TRUS MAU LU APA?”
“Gua butuh 12 jam.”
“LAKUIN SEKARANG! LAKUIN SEKARANG JUGA! LAKUIN ATO GUA SURUH SEMUA ORANG DI SINI NGAJI BIAR LU BERASEP!”

Panik, pocong baru langsung mengayunkan tangan, membenamkannya ke pemeran utama dan menarik jantung asli keluar. Sampai pemeran utama jerit-jerit kesakitan, berdarah dan terkapar meninggal, semua orang masih terdiam.

Sutradara membuka suara dan dengan lirih mengonfirmasi pada astradanya.

“Dia udah….”
“Udah….”
“camera rolli…”
“Nggak…”
"Dia udah mat...“
“Iya.”

Sutradara terdiam. Dia membenamkan muka. This is going to be a long day.


Sumber : http://www.indocina.net/viewtopic.php?f=22&t=35830

0 comments:

Post a Comment